SEJARAH IDUL ADHA
Oleh: Krisnanti Meylian Permata Agustin
Artikel ini akan menceritakan mengenai Sejarah Idul adha yang selama ini kita peringati pada tanggal 10 Dzulhijjah. Idul adha sendiri sering kita sebut sebagai hari raya kurban. Arti kurban ialah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaannya kepada orang lain, meskipun harus menderita. Seperti pengorbanan dari Nabi Ibrahim yang mengikhlaskan anaknya yang bernama Nabi Ismail untuk disembelih dan dikurbankan untuk mentaati perintah allah. Penasaran akan kisah dan sejarah Idul Adha? Yuk simak artikel ini sampai habis.
Sejarah Idul Adha ini bermula ketika Nabi Ibrahim menikahi seorang wanita bernama Siti Hajar. Mereka berdua akhirnya dikaruniai anak yang bernama Ismail. Sebagai seorang ayah tentunya Nabi Ibrahim sangat menyayangi Ismail. Dari bayi hingga tumbuh menjadi seorang anak laki-laki, Ismail dikenal sebagai anak yang bertanggung jawab dan juga baik hati karena selalu membantu ayahnya menyelesaikan pekerjaan.
Suatu ketika, dimalam hari yang sunyi. Datanglah mimpi kepada nabi Ibrahim yang isinya adalah ia harus menyembelih dan mengurbankan anak tersayangnya itu. Nabi Ibrahim pun bimbang antara percaya dan tidak percaya dengan mimpi yang mendatanginya tersebut. Terlebih lagi saat itu Ismail masih berumur 9 tahun. Nabi Ibrahim pun meminta petunjuk Allah untuk memberikan petunjuk lebih mengenai mimpi yang mendatanginya tersebut.
Keesokan harinya mimpi yang sama berisikan perintah menyembelih Nabi Ismail terus datang kepada Nabi Ibrahim hingga malam ke tiga. Saat itulah Nabi Ibrahim mulai meyakini dan membenarkan atas mimpinya tersebut. Bersegeralah nabi Ibrahim memceritakan kepada anaknya terkait mimpi yang telah menghantuinya tersebut. Kisah ini tertulis dalam Al-Quran surah As-Saffat ayat 102 dibawah ini :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى
Artinya, “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sungguh aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’”
Mendengar berita tersebut nabi Ismail pun menjawab dengan lantang. Pernyataan inipun terkandung dalam surat As-Safaat ayat 102 berikut ini :
قَالَ ياأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya, “Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’”
Kita sudah sepastinya tidak meragukan keimanan dari Nabi Ibrahim dan juga Nabi Ismail. Mereka berdua tentunya dengan sukarela melakukan apa yang telah menjadi ketetapan Allah walaupun ketetapan ini sungguh terasa berat. Mengingat cinta Nabi Ibrahim terhadap anaknya membuatnya berlinang air mata. Begitu pula cinta Nabi Ismali untuk Ayah dan ibunyanya membuatnya berat untuk meninggalkan kedua orang tuanya. Namun, karena mereka berdua tau ini adalah perintah allah, maka mereka setuju dan menuju ke Mina.
Setelah sampainya mereka disana, Nabi Ibrahim segera membaringkan Nabi Ismail di atas pelipisnya. Kemudian nabi Ibrahim mengamati dengan seksama wajah anaknya untuk terakhir kalinya dengan berlinang air mata. Setelah itu, ia bergegas mengambil pisau dan menggoreskan pisau yang tajam itu ke leher Nabi Ismail. Siapa yang sangka ternyata keajaiban menghampiri Nabi Ismail. Pisau yang sudah di siapkan sang Ayah dengan sangat tajam ternyata tidak dapat melukai kulit halus lehernya tersebut. Pisau itu bahkan tidak meninggalkan bekas apapun di leher Ismail. Nabi Ibrahimpun mencoba kembali menggoreskan pisau tersebut namun hasilnya masih sama. . Tentu saja Nabi Ibrahim dibuat bingung terhadap peristiwa yang barusan ia lewati tersebut. Saat itulah Allah menurunkan firman yang tertera dalam Al Quran surat As-Saffat ayat 104-108 yang berbunyi :
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِين
Artinya, “Lalu Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,”
Begitulah kisah nabi Ibrahim yang atas perintah Allah mengorbankan anaknya, Nabi Ismail yang saat itu baru berusia 9 tahun. Keikhlasan nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah ini dapat menjadi tauladan kita mengingat nabi Ibrahim menunjukann keberimanannya tanpa ragu sedikitpun bahwa perinta Allah itu nyata kebenarannya dan yakin bahwa segala perintah Allah itu kebermanfaatannya akan kembali kepada kita. Atas kemurahan Nabi Ibrahim dan digantikannya penyembelihan Nabi Ismail dengan seekor kambing. Dari situlah disyariatkan bagi kita umat muslim untuk malakukan ibadah berkurban.
Itu tadi uraian sejarah singkat dari Idul Adha. Nah setelah mengetahui sejarahnya, tentu kita sebagai umat islam (jika mampu) dapat berlomba-lomba untuk melaksanakan ibadah kurban. Kita dapat berkurban binatang kambing, sapi, kerbau, ataupun unta sesuai dengan kemampuan dan keinginan masing-masing.
Catatan Kaki :
nu.or.id (2019, 24 Juli). Ketum PBNU Jelaskan Sejarah Disyariatkannya Kurban. Diakses pada 17 Juli 2021
nu.or.id (2021, 2 Juli). Sejarah Kurban: Teladan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Diakses pada 17 Juli 2021
0 comments:
Post a Comment