Belakangan ini, definisi jihad sudah
terdeferensiasi. Artinya sarat definisi yang
mengkonotasikan bahkan menggeser dari makna jihad sesungguhnya. Banyak sekali
definisi jihad dalam kehidupan
sehari-hari, seperti jihad
mencari ilmu, jihad seorang ibu menyusui dan mendidik anaknya, mempertahankan agama islam dengan cara belajar,
dan Jihad fi
sabilillah. Artikel ini akan mengulas pentingnya organisasi
kemahasiswaan dalam memegang prinsip jihad fi
sabilillah. Contohnya ialah Keluarga Mahasiswa Nahdlatul
Ulama (KMNU) Universitas Diponegoro yang notabenenya merupakan
organisasi keagamaan tingkat kampus. Sebagai organisasi yang berasaskan
kekeluargaan, KMNU hadir untuk mewadahi mahasiswa muslim mempelajari beragam ilmu pengetahuan baik
yang sifatnya teoritis bahkan dominan aplikatif.
Kang Syaefudien
dalam Kuliah Tujuh Menit (Kultum)nya megajak audiens melihat kilas balik atau
meneropong sejarah beberapa filusuf besar. Selama ini, ilmuwan atau filusuf
yang kita kenal berasal dari kalangan barat. Sejatinya, jauh sebelum itu, ilmuwan muslim telah memberikan banyak
sumbangsih kepada ilmu pengetahan dan peradaban.
Contohnya
Al-Khawrizmi sebagai penemu angka nol, Ibnu Sina yang dijuluki bapak kedokteran, dan masih banyak ilmuwan muslim lain.
Diawali dari masa diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Ketika berusia 40
tahun, beliau bertemu
dengan malaikat Jibril yang
menyampaikan wahyu pertama, yaitu Surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Wahyu inilah yang menjadi tonggak perubahan peradaban
dunia khususnya bidang ilmu pengetahuan.
Sebab, ayat tersebut sebagai isyarat sekaligus perintah kepada baginda nabi
untuk “membaca”. Ketika Nabi wafat, estafet kepemimpinan kemudian
dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin. Mereka “mengganti”kan nabi sekaligus
mempertahankan apa saja yang telah diwariskannya, termasuk di dalamnya berupa
ilmu pengetahuan. Sekarang, diteruskan oleh para ulama` sebagaimana termaktub pada
sebuah maqolah ‘Al-Ulama` Waratsatul Anbiya` yang berarti ulama
adalah pewaris para nabi.
Dasar untuk jihad mencari ilmu sendiri itu dapat dihukumi fardhu ‘ain bagi
semua umat islam dalam mempelajari
agama islam. Berhukum fardhu kifayah, jika
tidak ada muslim yang menuntut ilmu di bidang tersebut, sehingga seorang muslim
lainnya wajib untuk mempelajarinya.
Sumbangsih islam dalam ilmu pengetahuan sendiri cukup signifikan. Di zaman Bani Abbasiyah, banyak peradaban yang dibangun
seperti adanya 4 madzhab dan di Indonesia sendiri menganut madzhab Imam
Syafi’i. Di
zaman Bani Umayyah dibagun instansi yang mendukung untuk belajar,
seperti perpustakaan dan beberapa teknologi. Termasuk di Makkah dibuat sebuah
sumur untuk air zam-zam. Kemudian, di masa khalifah Al-Ma’mun muncullah 1
golongan yang menjadi tentara nasionalis, sehingga hukumnya untuk menjalankan
syari’at Islam disesuaikan dengan aqliyah dan pada saat itu juga dibangun universitas. Islam juga pernah
mengalami masa kejaayaan saat zaman kesultanan Ottoman. Hal tersebut terbukti dengan
perluasan wilayah Islam hingga Eropa.
Selanjutnya, pemateri kultum menegaskan kembali
tentang makna jihad yang
sesungguhnya. Dirinya mengatakan yaitu dengan belajar
ilmu umum dan ilmu agama dengan giat. Kang
Syaefudien juga mengingatkan bahwa tidak perlu
jihad dengan cara perang atau hal yang dapat membahayakan diri. Sikap kita sebagai seorang anggota organisisi di KMNU, cukup memiliki
kegiatan yang jelas. Mulai dari kegiatan keislaman dan belajar riset untuk memberikan sumbangsih
terhadap kemajuan Islam. Di akhir kultum, ia memaparkan 3 sikap yang
harus dimiliki dalam menuntut ilmu yang termuat dalam kitab ta’lim muta’alim. Ketiganya adalah belajar sungguh-sungguh dan serius, belajar secara terus-menerus serta komitmen. Seperti halnya kisah Mbah Hasyim Asy’ari ketika belajar pada Mbah Kholil Bangkalan dan masih banyak lagi kisah ulama’ sebagai role
model dalam peradaban ilmu pengetahuan.
Penceramah: Kang M. Syaifudien Bahry, S.Kel., M.Si.
Penulis:
Divisi Amaliah, Kajian, dan Dakwah (ADK) KMNU Undip
Editor: Vida
Atiatul Izza dan Diana Putri Maulida
0 comments:
Post a Comment