Meriahkan Ramadhan, KMNU Undip dan Masjid Pleburan Gelar Ngaji Kebudayaan
(Sumber : Dokumentasi Penulis)
Dengan diadakannya Ngaji Kebudayan di Masjid Diponegoro Pleburan Semarang pada Sabtu (30/03/2024) menjadi penutup Gebyar Ramadhan yang dilaksakan selama 3 hari.
Keluarga Mahasiswa Nadhatul Ulama Universitas Diponegoro (KMNU UNDIP) menggelar acara ini berkolaborasi dengan Masjid Diponegoro Kampus Pleburan.
Dalam sambutannya, Ketua Takmir Masjid KH Fauzan menyampaikan,“Masjid Undip bukan milik undip, tapi sudah menjadi milik masyarakat. Kita menyediakan banyak fasilitas, seperti free parkir, free charger, dan free minum. Mari ikut meramaikan masjid dan memakmurkan masjid.”
Dengan jamaah masjid yang kebanyakan Musafir karena letak Masjid yang terpisah dengan pemukiman, ketua takmir masjid Drs. Nur Fauzan Ahmad S.S MA menuturkan keinginannya agar masjid ini bisa semakin dekat dengan masyarakat, salah satunya dengan mengadakan Ngaji Kebudayaan ini.
Pengajian ini dihadiri oleh K.H. Amin Budi Hardjono, yang merupakan Pendiri Pondok Pesantren Al-Ishlah Semarang. Beliau dikenal sebagai tokoh sufi yang mengaplikasikan metode ceramah dengan menghadirkan kesenian. Dalam pengajian ini juga dihadiri oleh Gus Rahmat Agus bin Kiai Abdurrahman bin Kiai Abi Darin yang biasa disapa Gus Par Wong.
Dalam ceramahnya, Gus Par mengungkapkan bahwa pada awalnya Al-Quran ditulis di pelepah-pelepah pisang dan baru kemudian dibukukan pada masa Utsman bin Affan karena banyak penghafal Al-Quran yang meninggal dunia di medan perang. Beliau menyatakan bahwa segala bentuk inovasi atau bid'ah sebenarnya berasal dari Al-Quran itu sendiri, karena Rasulullah sendiri tidak pernah menyuruh untuk menulis Al-Quran. Gus Par menyatakan, "Rasul adalah manusia yang paling tahu tentang Al-Quran. Cara menafsirkan dan memaknai Al-Quran hanya Rasulullah yang paling tahu." Beliau juga menyatakan jika sama-sama NU, sama-sama umat Islam, seharusnya tidak saling bertengkar dan membuat Rasulullah tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan umatnya.
Dalam sambutannya, Gus Amin Budi Hardjono mengemukakan jika metode untuk mengaji dapat dilakukan dengan seni, misalnya dengan kaligrafi. Dalam Ngaji ini, dia mengutus seorang santrinya untuk membuat kaligrafi sebanyak mungkin yang berisi ayat Al-Quran. Selain itu, beliau juga meminta agar kaligrafi-kaligrafi yang sudah di buat agar di tunjukkan dan di letakkan berjejeran semua di dalam masjid, karena tujuan dari pembuatan kaligrafi tersebut untuk di tampilkan.
“Orang ini hanya mempunyai kanvas dan cat saja, dan itu sudah habis untuk membuat semua karnyanya ini. Oleh karena itu, dari acara besar ini ada harapan untuk bapak atau ibu bisa membeli karyanya, sehingga dia bisa membeli cat baru untuk melanjutkan karya-karya barunya” tutur beliau dalam ceramahnya. Beliau juga menuturkan harapannya masjid ini bisa menjadi wujud tali asih, jangan sampai hanya untuk ritualistik. Dan pengajian ini merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan tali asih tersebut.
Santri yang di utus Gus Amin Budi Hardjono, juga menceritakan awal mula ia menulis kaligrafi yang kini di tampilkan berjejer-jejer di dalam masjid bersamaan dengan acara Ngaji Kebudayaan ini. “Saya itu di sekap sama Kiai Budi selama satu tahun, yang mana di tempat itu hanya ada kanvas, cat, dan kalam-kalam Allah Swt. Jadi dalam ruangan ini saya Riyadhoh. Karena untuk paham sesuatu itu tidak hanya membaca. Terkadang, agar paham kita menulis, membaca, berpikir, baru paham”. Selain itu ia juga minta di doakan agar programnya dengan Kiai Budi ini dapat mengkhatamkan 30 juz.
Penulis : Asmanadia & Eka Sri
0 comments:
Post a Comment