BERPIKIR
POSITIF
Oleh : Kang Aryo Bagus Ajisoma
sumber: doc pribadi |
“Dan di antara manusia
ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya
kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang
paling keras”
Q.S Al-Baqarah ayat 204
Berpikir
positif itu pada dasarnya dimulai dari niat kita, dan untuk memanajemen niat
yang baik diperlukan sebuah ilmu, yang semuanya sudah disampaikan Allah SWT di
dalam Al-Qur’an, tinggal bagaimana kita mengambil pelajaran dan ilmu yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Sayangnya, kadang kita masih belum memahami fungsi
tersebut, dalam kaitannya mengarungi kehidupan. Kadang lupa kapan harus
berpegang pada ilmu tersebut.
Pada zaman sekarang banyak sebagain orang
menjadikan sholat jamaah,
haji, ruku’ dan sujud atau lainnya
sebagai tolak ukur suatu kebaikan. Padahal
orang yang seperti itu sebenarnya paling tidak disukai Allah. Siapa? Mereka
jika beranjak dari tempat ibadah, merusak tanaman, merusak keturunan, merusak
berbagai hal, akhirnya tidak disukai Allah.
Allah telah
memerintahkan kita untuk tidak menilai sesuatu dari satu sisi saja. Seperti
halnya menilai seorang dari ibadahnya tetapi kita juga harus menilai dari sisi
yang lain semisal dari nilai sosial,
membangun interaksi sosial. Allah tahu bahwa kita itu makhluk sosial, sehingga
Allah telah membuat aturan yang mengarahkan manusia untuk bersosial.
Ketika
kita memahami apa yang dinamakan hidup bermasyarakat, maka kita tidak akan
memusuhi orang-orang yang berbeda, “aja
dumeh beda, dimusuhi lan dicaci maki.” Hal ini juga kadang tidak disadari
oleh sebagian muslim. Hanya berbeda perbedaan yang sifatnya furu’iyah sampai
konflik berkepanjangan. Maka, prinsip kemanusiaan itu harus kita pahami dengan
baik.
Sesungguhnya Allah
memuliakan manusia terlepas dari agamanya. Nilai sosial disini berperan sangat
penting terutama terkait toleransi.
Dalam sebuah buku yang berjudul “Sayap-Sayap
Patah” karya Khalil Gibran misalnya terdapat suatu kutipan yang berbunyi
bahwa adanya perbedaan apa yang diucapkan dengan hatinya maka itu akan sia-sia.
Disini juga muncul nilai sosial supaya kita dapat membangun komunikasi yang
baik.
Seperti halnya juga dalam
mengambil keputusan, menjadikan musyawarah untuk kemaslahatann. kita tidak
harus beracuan pada satu orang dianggap penting atau populer akan tetapi kita
dari mengkaji terlebih dahulu benar atau salahnya.
Jadi, perbedaan harus
kita anggap sebagai keberagaman jangan jadikan sebagai pemicu konflik, tetaplah
berpikir positif, husnudzon!
Tolak ukur standar kebaikan bukan hanya dari ritual ibadah yang dilakukan tapi
juga dalam membangun kehidupan
sosial dengan komunikasi baik yang kita bangun.
0 comments:
Post a Comment