Fasal ini membahas mengenai shalaf Khauf atau shalat ketika dalam keadaan perang maupun keadaan genting. Shalat khauf dianggap shalat yang istimewa karena shalat ini tidak batal dengan penyebab yang dapat membatalkan shalat lainnya.
Adapun tata cara shalat khauf ada 3 macam, antara lain :
1. Kondisi ketika jumlah musuh jauh lebih sedikit dan berada di selain arah kiblat. Jumlah sedikit yang dimaksud bukanlah jumlah bilangan melainkan ketika 1 kelompok kaum muslim berhadapan dengan 1 orang musuh.
Tata cara pelaksanaan pada kondisi ini yaitu :
Shalat khauf pada kondisi ini adalah dengan cara membagi kaum menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama berhadapan dengan musuh sedangkan kelompok lain shalat bersama imam. Shalat dilaksanakan dalam keadaan tidak saling menyerang dan diqashar. Kelompok pertama yang shalat bersama imam hanya sampai rakaat pertama dan selanjutnya shalat diselesaikan sendiri-sendiri. Setelah itu, bergantian dengan kelompok lain. Imam ketika menyelesaikan rakaat kedua masih menunggu shalat kelompok kedua selesai dan menyelesaikan salam bersama-sama. Shalat dengan tata cara seperti ini disebut Dzatir Riqa. Dinamakan demikian karena peperangan menyebabkan bendera kaum muslim terkoyak dan kemudian ditambal.
2. Kondisi ketika musuh berada di arah kiblat dan tidak ada penghalang apapun, Sehingga shalat dilaksanakan dengan menghadap musuh.
Adapun tata cara pelaksanaan pada kondisi ini yaitu :
Shalat khauf pada kondisi ini adalah dengan cara membagi kaum menjadi 2 shaf. Jamaah shalat bersamaan dengan imam, ketika i’tidal, hanya shaf pertama yang mengikuti imam untuk sujud, sedangkan shaf yang lain menjaga atau tetap pada posisi i’tidal. Ketika imam bangun dari sujud, maka shaf pertama mengikuti imam dan shaf kedua sujud dengan ditunggui imam. Hal tersebut dilakukan juga pada rakaat kedua hingga salam. Shalat dengan tata cara seperti ini disebut dengan shalat Asfan yang memiliki arti banjir karena peperangan dilaksanakan di desa yang sering banjir.
3.Kondisi ketika takut yang terlalu besar dan tidak memungkinkan istirahat untuk melaksanakan shalat.
Shalat dengan metode ini dilaksanakan ketika keadaan peperangan terlalu rapat, sehingga kulit prajurit muslim dapat bersentuhan dengan kulit musuh dan tidak mungkin untuk meninggalkan perang. Penunggang kuda tidak mungkin turun dan prajurit lain tidak mungkin meninggalkan peperangan. Shalat tetap wajib dilaksanakan namun dengan tata cara yang bebas karena tidak mungkin meninggalkan peperangan. Shalat dapat dilakukan dengan berjalan atau dengan menunggang kuda baik dengan menghadap kiblat maupun tidak menghadap kiblat.
Pembicara: Kang Afif Syarifuddin Yahya
Notulensi: Eva Ardia Nirvananda
0 comments:
Post a Comment