Maulana Habib Luthfi bin Yahya dalam pengajian Ramadhan Tafsir
Jalalain (Selasa, 7/6/2016), mengingatkan tentang pentingnya memahami
ilmu tauhid sebagai dasar mengkaji tafsir al-Quran. Salah satu faktor
kelemahan pesantren biasanya terletak pada minimnya bahasan ilmu tauhid,
masih terbatas hanya pada sifat wajib, jaiz dan mustahil, sifat-sifat
yang jumlahnya 50 (Aqaid al-Khamsin). Padahal kita dihadapkan pada
tafsiran-tafsiran al-Quran yang lebih condong dzahiriyah (tekstualis)
dari aliran selain Ahlussunnah wal Jama'ah.
Lanjutan Tafsir Ayat Kursi
Pengajian Tafsir al-Quran hari ke-2 melanjutkan kembali diskusi dengan
membahas Ayat Kursiy (ayat 225 surat al-Baqarah). Untuk memperdalam Ayat
Kursiy dibaca berbagai keterangan, dari Tafsir asy-Sya'rawi, ar-Razi,
dan untuk menjelaskan sirr (rahasia-rahasia) Ayat Kursi Habib Luthfi
menyuruh para santri untuk membaca kitab Khazinat al-Asrar.
Maulana Habib Luthfi menjelaskan kenapa pembahasan ayat ini diulang
kembali, karena banyak sekali paham dan aliran yang salah memahami
ayat-ayat ini. Seolah ayat ini mengamini argumen mereka bahwa Allah
membutuhkan tempat, seperti Arsy, Kursiy, dll. Padahal ayat-ayat terkait
dengan Kursiy, Arsy, dll. adalah untuk menunjukan keagungan Allah Swt.
Bahwa makhlukNya saja begitu agung, seperti Kursiy besarnya meliputi
langit dan bumi. Bahkan digambarkan dimensi semesta ini jika
dibandingkan seperti debu dalam sebuah tameng.
Mustahil Allah
membutuhkan tempat. Namun jaiz (boleh-boleh saja) Allah Swt. menamakan
makhluk-makhlukNya yang agung dengan semisal Baitullah (rumah Allah),
Arsy dan Kursiy. Tapi tetap saja jika dibandingkan dengan keagungan
Baginda Nabi Saw., jauh melampaui Arsy dan Kursiy. Maka sebetulnya
hadits tentang penciptaan Nur Muhammad cukup sebagai jawaban atas Tafsir
Ayat Kursiy.
Mengomentari keterangan bahwa jarak antara Kursiy
dan Arsy perjalanan 500 ribu tahun, Maulana Habib Luthfi menjelaskan
kisah Syaikh Daqiq al-Ied dan Sulthanul Ulama Izzuddin bin Abdissalam
yang ingkar terhadap Sayyidi asy-Syaikh Ahmad al-Badawi. Mereka ingkar
atas Syaikh Ahmad al-Badawi karena nampak tidak pernah shalat Jum'at,
padahal rumahnya persis di depan masjid.
Padahal siapa yang tidak
kenal dengan kebesaran Syaikh Daqiq al-Ied dan Syaikh Izzuddin bin
Abdissalam, dalam bidang fiqih merekalah pakarnya. Karena ingkar atas
Syaikh Ahmad al-Badawi itulah akhirnya Syaikh Daqiq dijewer dan dilempar
oleh Syaikh Ahmad an-Nawawi ke suatu alam/tempat bernama Dar al-Baidha.
Sebuah tempat yang dikhususkan Allah Swt. untuk didiami oleh para
hambaNya terpilih, para wali-waliNya. Selain Dar al-Baidha, ada juga
tempat bernama Jabal Qaf. Jabal Qaf ini masih di bumi dekat dengan kutub
Utara, tempatnya para malaikat dan muqarrabin beribadah kepada Allah.
Syaikh Daqiq merasa kebingungan saat mau pulang. Tiba-tiba ada yang
mengatakan kepadanya, "Tunggu hari Jum'at, ikutlah berjamaah shalat
Jum'at." Setelah tiba hari Jum'at dan beliau ikut berjamaah, ternyata
yang menjadi imam shalat Jum'at adalah Syaikh Ahmad al-Badawi. Lalu
beliau pun akhirnya meminta maaf dan minta dipulangkan.
Jawab
Syaikh Ahmad al-Badawi, "Sebenarnya jarak antara tempat ini dan rumahmu
harus ditempuh selama 60 tahun perjalanan." Tapi kemudian Syaikh Ahmad
al-Badawi menyuruh Syaikh Daqiq memegang ujung jubahnya, dan seketika
sampailah Syaikh Daqiq al-Ied ke rumahnya.
Kata Maulana Habib
Luthfi, "Nah jarak 60 tahun ini adalah jarak yang dihitung dengan
peredaran bulan dan matahari. Kalau jarak antara Kursiy dan Arsy itu
dihitung dengan apa, bukankah matahari dan bulan ibarat debu dibanding
keduanya? Jarak itu harus dihitung dengan hitungan cahaya. Sangat cepat!
Lalu bagaimana lagi dengan Nur atau cahaya Rasulullah Saw.? Akal
manapun takkan mampu menjangkaunya."
Kemudian salah satu peserta
ada yang bertanya terkait Ayat Kursiy yang dimulai dari ayat والهكم اله
واحد. Maulana Habib Luthfi menjelaskan itu adalah susunan Ahli Asrar
yang mengetahui rahasia huruf, seperti Syaikh Muhammad Haqqi an-Nazili,
Syaikh Ahmad al-Buli, Syaikh Ahmad ad-Dairabi dan Syaikh Ahmad
ad-Dardiri. Sebagian ulama mengatakan bahwa "Wa-ilahukum" adalah ismu
(asma) al-a'dzam. Ada wali Allah yang diberi 5, 6, bahkan sampai 9
seperti Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Dan itulah wilayah kewaliannya.
Terkadang ada seorang salik mencari syaikh futuh oleh gurunya ditunjukan
kepada syaikh yang lain karena wilayah kewaliannya kelak di bawah
kewalian wali futuhnya. Dan memiliki kesamaan dalam asma a'dzamnya.
Lalu kenapa ada ayat yang memiliki sirr lebih tinggi dari ayat lainnya,
hal itu diantaranya disebabkan oleh kandungan makna ayat itu. Semisal
Ayat Kursiy, lebih tinggi sirrnya dibanding ayat lainnya karena Ayat
Kursiy langsung menegaskan sifat-sifat mutlak Allah Swt. Dan ayat-ayat
yang terkait dengan asma dan sifat Allah lebih tinggi daripada ayat-ayat
yang membahas perihal hukum umat-umat terdahulu. Maulana Habib Luthfi
lalu menjelaskan panjang lebar sirr dan gharaib yang dikandung dalam
berbagai ayat.
Kisah Belajarnya Nabi Ibrahim As.
Kemudian
pembahasan dilanjutkan pada ayat 260 surat al-Baqarah yang mengisahkan
Nabi Ibrahim As. Di ayat 260-263 bukan berarti Nabi Ibrahim waswas atau
ragu. Mustahil bagi para rasul memiliki sifat waswas. Melainkan ayat
tersebut memiliki makna ziyadah, menambah kemantapan Nabi Ibrahim As.
Nabi Ibrahim sedang belajar, dan yang mengajarinya adalah Allah Swt.
Nabi Ibrahim melihat matahari, bulan dan bintang, untuk belajar agar
mengetahui perbedaan makhluk dengan Tuhannya. Bahwa semua makhluk
bersifat berubah yang berarti baru, bahkan surga sekalipun. Surga setiap
detik bertambah keindahan dan kenikmatannya. Sedangkan sifat, dzat dan
af'al Allah Swt. tidak bertambah ataupun berkurang. Adanya alam semesta
ini sama sekali tidak menambah ataupun mengurangi keagunganNya. Pun
dengan ibadah manusia siang dan malam, tahajjud, semua doa dan dzikir
yang dibaca itu tidak akan menambah keagungan dan kesempurnaanNya
sedikitpun.
(Sumber: facebook Syaroni As-Samfuriy)
0 comments:
Post a Comment