Sabtu 26 Maret 2016, Keluarga Mahasiswa Nahdlatul
Ulama (KMNU) Undip kembali melaksanakan kegiatan rutinan. Rangkaian rutinannya yaitu pembacaan tahlil, maulid Al-barzanjiy, dan
kajian kitab. Rutinan
ini dimulai pada pukul
06.30 WIB
dengan pembacaan tahlil
yang dipimpin oleh Fathrurrozi. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Maulid
Al-Barzanjiy sampai pukul 07.50 WIB. Setelah itu jama’ah bersiap-siap untuk mengikuti kajian kitab yang
dipimpin oleh Habib Amin Al-Athos. Kajian ini dimulai sekitar pukul 08.00 WIB ketika
Habib Amin datang di Masjid Baitul Muttaqin
yang menjadi lokasi rutinan. Setelah membaca doa pembuka majelis, Habib Amin menjelaskan
adab-adab orang yang mencari ilmu. Kemudian dilanjutkan dengan membacakan kitab Khulasoh Nurul Yaqin yang berbahasa Arab disertai dengan syarah atau penjelasan. Adapun kitab Khulasoh Nurul Yaqin ini berisi seputar sejarah Nabi
Muhammad SAW. Berikut adalah ringkasan materi dari kajian pada 26 Maret 2016.
Adab-Adab Orang yang Mencari Ilmu
Dalam kitab Amaliyyah Yaumiyyah
dijelaskan bahwa apabila seseorang datang ke suatu majelis ilmu maka disebut Tholibul
Ilmi, dan hendaknya seorang Tholibul Ilmi memenuhi hak-hak yang ada
di dalamnya, di antaranya:
1.
Mulai dengan niat untuk ngaji atau belajar
dengan niat sebagai berikut:
نويت
التعلم والتعليم. والتذكر والتذكير. والنفع والانتفاع. والافادة والاستفادة. والحث
على التمسك بكتاب الله وسنة رسوله. والدعاء الى الهدى. والدلالة على الخير. ابتغاء
مرضاته وقربه وثوابه.
2.
Membaca basmalahبسم
الله الرحمن الرحيم
3.
Mempunyai wudhu.
“Dan tidaklah engkau duduk di dalam majlis ilmu
kecuali engkau memiliki wudhu”
4.
Kalau bisa, menghadap ke kiblat sewaktu
mengaji. Karena
menghadap kiblat dan mempunyai wudhu termasuk cara agar mudah mendapatkan
kepahaman.
Istiqomah lebih baik dari pada
seribu karomah. Dikatakan istiqomah lebih baik dari pada seribu karomah
(kemuliaan) karena istiqomah tidaklah mudah.
5.
Duduk dengan adab dan tenang.
Sayyidina Syaikh Abu Bakar bin Salim seorang
waliyullah, beliau selama empat puluh tahun belajar dengan gurunya selalu duduk
dalam posisi duduk tasyahud akhir. Beliau selama belajar empat puluh tahun
tidak pernah duduk dengan bersila. Beliau mengatakan “Beginilah duduknya hamba
kepada Tuhannya”.
6.
Jangan menyibukkan diri dengan segala sesuatu
yang menyia-nyiakan.
Contoh membolak-balik kitab atau
membaca halaman yang
bukan sedang dipelajari saat itu.
7.
Tidak mengajak bicara orang yang ada di
sampingnya.
Kecuali jika ingin bertanya catatan yang
terlewatkan, bukan bertanya yang tidak dipahami. Karena kalau bertanya yang
tidak dipahami dan orang yang ada di sampingnya menjelaskan malah akhirnya
orang itu tidak mendapatkan ilmu yang saat itu dijelaskan oleh gurunya.
8.
Tidak menyibukkan dengan mutholaah
(mempelajari), karena saat ta’lim (ngaji) adalah waktunya untuk belajar
bukan mempelajari yang sudah dipelajari atau yang akan dipelajari.
9.
Hendaknya tidak menulis ketika gurunya sedang menerangkan.
10. Hendaknya kita memuliakan dan
mengagungkan seorang guru karena kebaikan adalah pinjaman.
Kaidah kebaikan adalah pinjaman tidak hanya
berlaku kepada guru kita, tetapi kepada juga siapa saja. Yang namanya pinjaman
suatu saat pasti akan dikembalikan. Jika yang mengembalikan bukan orang yang
kita baiki maka Allah yang akan menjadikan orang lain baik kepada kita.
Maksudnya bila kita pernah berbuat kebaikan
misalnya menolong orang lain, maka suatu saat Allah akan mengembalikan kebaikan
itu ketika kita sedang butuh pertolongan, Allah akan menggerakkan hati orang
lain untk menolong kita.
Tidak hanya kebaikan, tetapi keburukan juga
pinjaman. Jika kita pernah berbuat buruk kepada orang lain, suatu saat orang
lain akan berbuat buruk kepada kita. Olah karena itu jangan sampai kita berbuat
keburukan kepada orang lain, termasuk berburuk sangka kepada orang lain. Karena
berbaik sangka kepada orang lain lebih baik dari segala-galanya, walaupun orang
tersebut benar-benar mau berbuat tidak baik.
11. Orang yang menghormati dan beradab kepada gurunya akan
dipanjangkan umurnya. Jangan melupakan guru-guru kita, terus menjalin komunikasi
baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui telepon.
12. Menyampaikan pertanyaan dengan adab. Jangan terlalu keras
apalagi memotong penjelasan guru kita, pun jangan terlalu pelan sehingga guru
kita sulit mendengar pertanyaan kita.
13. Kembali kepada kebaikan.
14. Berjalan sebagaimana guru berjalan.
15. Tidak fanatik, walaupun apa yang disampaikan
guru salah. saat mau menyanggah hendaknya sampaikan dengan sopan santun.
16. Beradab kepada semua teman.
17. Janganlah merasa paling hebat (‘ujub) .
18. Merendahkan diri (tawadlu’), karena
orang yang tawadlu’ akan diangkat derajatnya oleh Allah dan akan dicintai oleh
sesamanya. Berbeda dengan orang yang sombong yang mana akan dibenci dan
berkurang kedudukannya, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah.
19. Selalu menyiapkan bolpoin dan buku untuk
mencatat hal-hal yang penting, karena ilmu itu ibarat
binatang buruan dan catatan adalah pengikatnya.
20. Menghafal materi yang diajarkan.
21. Tidak menolak saat ada teman yang minta materi
serta tidak hasud (iri) jika orang tersebut nantinya menjadi lebih
pandai dibandingkan diri sendiri.
22. Saat selesai, hendaknya membaca doa, contohnya do’a kafarotul majlis.
Khulashoh Nurul Yaqin – Wafatnya Ibunda Nabi
Muhammad & Pengasuhan Beliau
Ibunda Nabi, Sayyidatina Aminah wafat saat umur Nabi 6 Tahun. Beliau wafat di perjalanan pulang dari madinah setelah berziarah ke
makamnya Ayah Nabi, Abdullah bin Abdul Mutholib, dalam riwayat lain ada yang mengatakan
berkunjung ke keluarga dari Ibunda beliau. Setelah wafatnya Sang Ibunda, Nabi diasuh oleh kakek beliau, Abdul Mutholib. Di
dalam riwayat lain disebutkan bahwa sebelum Nabi SAW diasuh oleh Abdul
Mutholib, Nabi SAW sempat diasuh oleh Ummu Ayman, pembantu Ayah Nabi SAW, dan dialah yang kembali ke Makkah bersama Nabi. Ibunda Nabi dimakamkan di desa Abwa’, sebuah
desa yang terletak di antara kota Makkah Mukarromah dan kota Madinah
Munawwaroh.
Khulashoh Nurul Yaqin – Pendidikan Nabi &
Wafatnya Kakek Beliau
Setelah wafatnya ibunda Nabi, maka Abdul
Mutholib yang mengasuh Nabi SAW. Kecintaan Abdul Mutholib kepada
Nabi SAW melebihi kecintaanya kepada anak-anaknya.
Namun hal ini berlangsung tak lama, karena Abdul Mutholib meinggal dunia setelah mengasuh Nabi SAW selama 2 tahun.
Setelah itu Nabi berada dalam asuhan pamannya,
yaitu Abu Tholib. Padahal keadaan Abu Tholib pada saat itu adalah seorang
miskin yang tidak punya apa-apa. Tapi karena keikhlasannya mengasuh Nabi, maka
Allah meluaskan rizkinya. Hal ini menjadi contoh kebaikan yang diterima oleh
Abu Tholib Karena mengasuh seorang rosul yang juga merupakan seorang yatim. Selama
dalam pengasuhan pamannya, Nabi selalu bersifat Qona’ah dengan semua yang
dibagikan untuk Beliau, dan semua yang dimudahkan oleh Allah
SWT.
Sebagai umat Nabi SAW, hendaknya kita juga ikut
menjaga dan mengasuh Nabi SAW. Tapi karena Nabi sudah wafat, maka yang bisa kita
jaga dan asuh adalah akhlak, syari’at, dan perjuangan Nabi SAW, maka niscaya
Allah juga akan melapangkan rizki kita.
0 comments:
Post a Comment